ASURANSI SYARIAH: Pengertian, Konsep, Prinsip, Perbedaan Asuransi Syariah, Sumber Hukum & Konvensional,



Assalamu’alaikum gaess
Di kesempatan kali ini, saya akan membahas materi mengenai “Asuransi Syariah”
Buat teman-teman sekalian mari kita bahas bersama yaa




PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH


Asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan at-ta’min, takaful,  atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui inventasi dalam bentuk asset atau tabarru’ memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.


Prinsip dasar asuransi syariah adalah mengajak kepada setiap peserta untuk saling menjalin kerjasam peserta terhadap ssesuatu yang meringankan terhadap bencana yang menimpa.

Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu, atas dasar prinsip syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.

Menurut fatwa DSN.No.21/DSN-MUI-X/2001. Asurani syariah (ta’min,takafur atau tadhangun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset/tabarru’ yang memberikan pola pengambilan untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariat.


KONSEP ASURANSI SYARIAH
            Konsep asuransi syariah didasarkan pada Alquran surat Almaa’idah ayat 2 yang artinya: “ tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Berdasarkan konsep tersebut ,kemudian dewan syariah nasional majelis ulama indonesia (MUI) memberikan pengertian tentang asuransi syariah pasal 1 ayat 1 Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.21/DSN-MUI/X/2001,menetapkan bahwa:”Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.”
            M.Syakir Sula (2004,hlm 293) menegaskan bahwa konsep asuransi syariah adalah suatu konsep di mana terjadi saling memikul risiko diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Saling pukul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan (derma) yang tujuannya untuk menanggung risiko. Dalam sistem operasional, asuransi syari’ah telah terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama, yaitu gharar,maisir, dan riba.
·         Menghindari ketidakjelasan (gharar)
Hadis nabi Muhammad SAW, yang dapat dijadikan acuan mengenai gharar adalah: “Rasurullah SAW, melarang jual beli dengan lemparan batu (hasab) dan jual beli gharar (diriwayatkan oleh Imam muslim).Definisi gharar menurut Imam syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin munculadalah yang paling kita takuti.menurut Ibnu qayyim,gharar adalah yang tidak bisa diukur penerimaannya, baik barang itu ada maupun tidak ada, seperti menjual hamba yang melarikan diri dan unta yang liar meskipun ada (M.Syakir Sula,2004,hlm.46)
H.M.Syafei Antonio seorang pakar ekonomi syari’ah menjelaskan bahwa ketidakjelasan (gharar) terjadi dalam dua bentuk,yaitu:
a)    Akad syariah yang melandasi penutupan polis
Kontrak dalam asuransi jiwa konvensional dikategorikan sebagai akad pertukaran (tabaduli), yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiah dalam akad pertukaran harus jelas berapa banyak yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini menjadi tidak jelas (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi) karena hanya allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Dalam konsep takaful (saling menolong), keadaan ini akan lain karena akad yang digunakan adalah akad tolong menolong (takafuli) dan saling menjamin di mana semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lainnya.
b)   Sumber dana pembayaran klaim
Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’ie penerima uang klaim itu sendiri. Dalam konsep asuransi konvensional, tertanggung tidak mengetahui darimana dana pertanggungan yang diberikan dana asuransi berasal. Tertangguung hanya tahu jumlah pembayaran klaim yang diterimanya. Dalam konsep asuransi takaful (saling menolong), setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, rekening pemegang polis dan rekening khusus peserta yang harus diniatkan sebagai dana kebajikan/derma (tabarru’) untuk membantu saudaranya yang lain. Jadi, klaim dalam konsep asuransi takaful diambil dari dana tabarru’ yang merupakan kumpulan dana shadaqah yang diberikan oleh peserta suransi. yang diberikan oleh peserta asuransi.
·         Menghindari perjudiana(Maisir)
Islam telah malarang perjudia (maisir), sebagaimana firman Allah dalam surat Almaidah ayat 90, yang artinya:”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,(berkoban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syetan.maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Kata maisir berasal dari bahasa arab, yang secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudahtanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Hal ini biasa juga disebut perjudian, yang dalam terminologi agama diartikan sebagai suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk memperoleh kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu (M.syakir Sula,2004,hlm.48)
Gemala Dewi (2004, hala.136) juga mengartikan bahwa dalam konsep maisir disuatu pihak memperoleh keuntungan, tetapi dilain pihak justru mengalami kerugian.  Unsur maisir dalam asuransi konvensional terlihat apabila selama masa perjanjian, tertanggung tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka tertanggung tidak berhak mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan keuntungan diperoleh tertanggung ketika tertanggung yang belum lama menjadi anggota asuransi ( jumlah premi yang disetor sedikit), menerima dana pembayaran klaim yang jauh leih besar. Dalam konsep takaful ( saling menolong), apabila peserta asuransi tidak mengalami musibah atau kecelakaan selama menjadi peserta, dia masih tetap berhak mendapatkan premi yang disetor, kecuali dana yang dimasukkan kedalam dana tabarru’.
·         Menghindari bunga (Riba)
Riba menurut pengertian bahasa berarti tambahan ( azziyadah), berkembang (annumuw), meningkat (al-irtifa’), dan membesar (al-uluw). Jadi, riba adalah penambahan ,perkembangan, peningkatan dan pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menagguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu ( Heri Sudarso,2004,hlm.10)

 PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH
  • Dibangun atas dasar kerjasama (ta’awun)
  • Asuransi syariat rtidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabrru’ atau mudhorobah.
  • Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
  • Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah
  • Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akantetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oelh jamaah.
  • Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’
  • Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Dimana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengan mengalami kesulitan.
  • Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syari’ah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah).
  •  Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegangamana untuk mengelolanya.
  • Bila ada peserta yang terkena musibah untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diiklaskan untuk keperluan tolong menolong.
  • Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah salaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil.
  • Adanya dewan pengawas syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemenn produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat islam. (Abdul aziz 2010.hlm 192).

PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DAN ASURANSI KONVENSIONAL

Hadirnya asuransi syariah tentunya  menjadikannya beda dengan asuransi  konvensional. Ada banyak sisi yang bisa dilihat dari perbedaan antara konvensional dan syariah. Apa saja perbedaan tersebut?

1. Pengelolaan Risiko
Pada Asuransi Syariah sekumpulan orang akan saling membantu dan tolong menolong, saling menjamin dan bekerja sama dengan cara mengumpulkan dana hibah (tabarru) ini disebut risk sharing. Apa itu risk sharing? Risk sharing adalah sebuah risiko yang dibebankan/dibagi kepada perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri.

Sedangkan asuransi konvensional mem-berlakukan sistem risk transfer. Ini adalah konsep di mana risiko di pindahkan atau dibebankan oleh tertanggung (peserta asuransi) kepada pihak perusahaan asuransi yang bertindak sebagi penanggung di dalam perjanjian asuransi tersebut.

Gampangnya kalau asuransi syariah, risiko ditanggung bersama dengan melibatkan seluruh peserta asuransi sedangkan pada asuransi konvensional risiko ditanggung oleh si perusahaan asuransi itu sendiri.

2. Pengelolaan Dana
Dalam hal pengelolaan dana, asuransi syariah lebih transparan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang polis asuransi itu sendiri.

Sedangkan pada asuransi konvensional akan menentukan jumlah besaran premi dan berbagai biaya lainnya yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan itu sendiri atau dalam ekonomi mainstream disebut maximizing profit.

3. Sistem Perjanjian
Sistem perjanjian di sini dapat dikatakan sebagai akad. Di dalam asuransi syariah akad yang digunakan hanya akad hibah (tabarru) yang didasarkan pada sistem syariah dan dipastikan halal.
Sedangkan di dalam asuransi konvensional akad yang dilakukan cenderung sama dengan perjanjian jual beli. Karena pada dasarnya asuransi konvensional dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

4. Kepemilikan Dana
Dana di Asuransi Syariah adalah milik bersama di mana perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai pengelola dana saja.

Sedangkan pada asuransi konvensional, premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi adalah milik perusahaan asuransi tersebut, yang mana dalam hal ini perusahaan asuransi akan memiliki kewenangan penuh terhadap pengelolaan dan pengalokasian dana asuransi.

5. Pembagian Keuntungan
Di dalam asuransi syariah, semua keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan terkait dengan dana asuransi, akan dibagikan kepada semua peserta asuransi  tersebut.
Sedangkan asuransi konvensional, seluruh keuntungan yang didapatkan akan menjadi hak milik perusahaan asuransi tersebut.

6. Kewajiban Zakat
Perusahaan asuransi syariah mewajibkan pesertanya untuk membayar zakat yang jumlahnya akan disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan sedangkan asuransi konvensional dalam sistem yang dibangunnya tidak menerapkan zakat sebagai kewajiban yang harus dibayarkan.

7. Klaim dan Layanan
Di dalam asuransi syariah, peserta bisa memanfaatkan perlindungan biaya rawat inap di rumah sakit untuk semua anggota keluarga. Di sini diterapkan sistem penggunaan kartu (cashless) dan membayar semua tagihan yang timbul. Satu polis asuransi digunakan untuk semua anggota keluarga, sehingga premi yang dikenakan oleh asuransi syariah juga akan lebih ringan.

Hal ini tidak berlaku dalam asuransi konvensional, di mana setiap orang akan memiliki polis sendiri dan premi yang dikenakan tentu akan lebih tinggi.

Dalam perkara klaim, asuransi syariah juga memungkinkan kamu untuk bisa melakukan double claim sehingga kamu akan tetap mendapatkan klaim yang kamu ajukan meskipun kamu telah mendapatkannya melalui asuransi yang lain.

8. Pengawasan
Pada asuransi syariah, pengawasan dilakukan oleh DSN MUI dalam bentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk mengawasi kesyariahan dari model bisnis dan Otoritas Jasa Keuangan untuk mengawasi sistem pada asuransinya.

Sedangkan pada asuransi konvensional, institusi yang mengawasi hanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

9. Instrumen Investasi
Asuransi Syariah harus berinvestasi pada sektor yang berprinsip syariah dan terhindar Maysir, Riba, Gharar.
Sedangkan Konvensional tidak mempertimbangkan kehalalan instrumen investasi yang digunakan.

10. Dana Hangus
Dana hangus adalah dana yang tidak diklaim (misalnya asuransi jiwa yang pemegang polisnya tidak meninggal dunia hingga masa pertanggungan berakhir) sehingga dana jadi hangus.
Namun hal seperti ini tidak berlaku di dalam asuransi syariah, karena dana tetap bisa diambil meskipun ada sebagian kecil yang diikhlaskan sebagai dana tabarru. Sedangkan pada asuransi konvensiona dana akan tetap hangus.


SUMBER HUKUM ASURANSI SYARIAH

Sumber hukum material asuransi syariah adalah syariah islam, sedangkan sumber syariah islam adalah alquran, Hadis, Ijma (ijtihad), Fatwa sahabat rasul,Qiyas, Istihsan, dan Urf (tradisi). Alquran dan hadis merupakan sumber utama hukum islam, namun dalam menetapkan prinsip-prinsip maupun praktik dan operasional asuransi syariah, parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah islam (Muhammad Syakir Sula, 2004,hlm,296).
Oleh karena itu pengaturan tentang asuransi syariah boleh didasarkan pada Ijma (ijtihad). Penetapan hukum dengan metode Ijma (ijtihad) dapat menggunakan beberapa cara, antara lain”
a.       Melalukan interpretasi atau penafsiran hukum secara analogi (qiyas), yaitu dengan cara mencari perbandingannya atau pengibaratannya.
b.      Untuk kemaslahatan umum (maslahah mursalah), yang bertumu pada pertimbangan menarik manfaat dan menghindarkan mudharat.
c.       Meninggalkan dalil-dalil khusus dan menggunakan dalil-dalil umum yang dipandang lebih kuat )Istihsan).
d.      Dengan cara melestarikan berlakuknya ketentuan asal yang ada, kecuali terdapat dalil yang menetukan lain( Istish-ab)
e.       Mengukuhkan berlakunya adat kebiasaan yang tidak berlawanan dengan ketentuan syariah.
Keberadaan asuransi syariah saat ini tidak dilarang undang-undang yang berlaku, yaitu undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang perasuransian. Malahan, pemerintah telah mengeluarkan keputusan- keputusan yang berkenaan dengan asuransi, termasuk asuransi syariah yaitu sebagai berikut:
a.       Keputusan menteri keuangan republik indonesia No.424/KMK.06/2003 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
b.      Keputusan menteri keuangan republik indonesia No.426/KMK.06/2003 tentang perizinan usaha dan kelembagaan perusahaan reasuransi.
c.       Keputusan dirjen Lembaga keuangan No.Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian, dan pembatasan Investasi perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi dengan sistem syariah.
Kehadiran asuransi syariah diawali dengan beroperasinya bank syariah. Hal ini sesuai dengan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan ketentuan pelaksanaan bank syariah. Pada saat ini bank syariah membutuhkan jasa asuransi syariah guna mendukung permodalan dan investasi dana. Pada tanggal 27 juli 1993, ICMI melalui yayasan abdi bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI), dan perusahaan asuransi tugu mandiri sepakat memprakarsai pendirian asuransi takaful dengan menyusun tim pembentukan asuransi takaful Indonesia (tepat).
Sebagai realisasi kesepakatan tersebut, didirikanlah PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai Holding Company dan dua anak perusahaan yaitu PT asuransi Takafulkeluarga (asuransi jiwa) dan PT asuransi Takaful umum (asuransi kerugian). Pembentukan dua anak perusahaan tersebut, dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan pasal 3 undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yang mana perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi kerugian harus berdiri terpisah.



DAFTAR PUSTAKA
Amrin,Abdullah.2011.Meraih berkah melalui asuransi syariah.Jakarta:PT Alex Media Komputindo.
Aziz, Abdul,2010.Manajemen investasi syariah.Bandung:CV Alfabeta.
Dewi,Gemala.2004.Aspek-aspek hukum dalam perbankan dan perasuransian Syariah di Indonesia.Jakarta:Prenada media.
Muhammad,Abdulkadir.2002.Hukum asuransi Indonesia.Bandar Lampung: PT Citra Aditya Bakti
Sula, Syakir M. 2004. Asuransi Syariah konsep dan sistem Operasional penerbit Gem aInsan.Jakarta:Gema Insan

Komentar

Posting Komentar