AKAD MURABAHAH: Pengertian, Landasan Syari’ah Akad Murabahah, Rukun Murabahah, Syarat Murabahah, Skema akad murabahah, Konsep Murabahah dalam Perbankan Syari’ah,dan Analisis Aplikasi Akad Murabahah di Lembaga Keuangan Syaraiah
Assalamu'alaikum wr.wb
Haii guyss..
Gimana kabarnya?
Apakah baik baik saja?
Saya harap semoga kalian sehat selalu.
Aminn:)
Kali
ini saya akan membahas mengenai “Akad Murabahah”
Kepada
teman-teman mari kita bahas bersama yaa
A.
Pengertian Murabahah
· Kata Murabahah diambil dari bahasa Arab dari
kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan).
Sedangkan menurut istilah Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli barang
pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam pengertian
lain Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Pembayaran atas akad jual beli Murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun
kredit. Hal inilah yang membedakan Murabahah dengan jual beli lainnya adalah
penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya
serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
·
Sedangkan dalam istilah fiqih Islam Murabahah
yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya
perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan
untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang
diinginkan.
· Murabahah dalam istilah fikih klasik merupakan
suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan
barang (al-tsaman al-awwal) dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Biaya
perolehan barang bisa meliputi harga barang dan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut. Sedangkan tingkat keuntungan bisa
berbetuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran oleh
pembeli bisa dilakukan secara tunai (naqdan) atau bisa dilakukan di kemudian
hari dalam bentuk angsuran (taqshîth) atau dalam bentuk sekaligus (lump
sum/mu‘ajjal) sesuai kesepakatan para pihak yang melakukan akad
(al-‘âqidain).
Sebagai bagian dari jual beli,
murabahah memiliki rukun dan syarat yang tidak berbeda dengan jual beli
(al-bai’) pada umumnya.Namun demikian, ada beberapa ketentuan khusus yang
menjadi syarat keabsahan jual beli murabahah yaitu:
- Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal awal (harga perolehan/pembelian). semuanya harus diketahui oleh pembeli saat akad; dan ini merupakan salah satu syarat sah murabahah
- Adanya keharusan menjelaskan keuntungan (ribh) yang ambil penjual karena keuntungan merupakan bagian dari harga (tsaman). Sementara keharusan mengetahui harga barang merupakan syarat sah jual beli pada umumnya.
- Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang
yang telah dimiliki/hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya
bahwa keuntungan dan resiko barang tersebut ada pada penjual sebagai
konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah.
- Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (antara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah), karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan.
- Hendaknya akad yang dilakukan terhindar dari praktik riba, baik akad yang pertama (antara penjual dalam murabahah sebagai pembeli dengan penjual barang) maupun pada akad yang kedua antara penjual dan pembeli dalam akad murabahah.
Pengertian saling menguntungkan
disini dapat dipahami, bahwa keuntungan itu adalah bagi pihak pertama, yaitu
yang meminta pembelian dan keuntungan bagi pihak kedua (yang mengembalikan).
Keuntungan bagi pihak pertama adalah terpenuhi kebutuhannya, dan keuntungan
bagi pihak kedua adalah tambahan keuntungan yang ia ambil berdasarkan
kesepakatan dengan pihak pertama. Saling menguntungkan, ini harus berlandaskan
pada adanya kerelaan kedua belah pihak terhadap jual beli yang mereka lakukan.
B. Landasan Syari’ah Akad
Murabahah
1. Al-Qur’an
Firman Allah QS. An-Nissa’ : 29
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”
Firman Allah QS. Al-Baqarah : 275
Artinya :
“..................Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
2. Al-Hadits
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasullulah Saw bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. al-Baihaqi, Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban)
Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
Firman Allah QS. An-Nissa’ : 29
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”
Firman Allah QS. Al-Baqarah : 275
Artinya :
“..................Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
2. Al-Hadits
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasullulah Saw bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. al-Baihaqi, Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban)
Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
C.
Rukun Murabahah
1. Subjek akad (penjual dan pembeli)
Penjual adalah pihak yang memiliki objek
barang yang akan diperjual belikan. Dalam transaksi melalui perbankan syariah
maka pihak penjual adalah bank syariah. Pembeli merupakan pihak yang ingin
memperoleh barang yang diharapkan, dengan membayar sejumlah uang tertentu
kepada penjual. Pembeli dalam transaksi perbankan syariah adalah nasabah.
2. Objek akad (harga dan barang)
Objek jual beli merupakan barang yang akan
digunakan sebagai objek transaksi jual beli. Sedangkan harga merupakan harga
yang disebutkan dengan jelas dan disepakati antara penjual dan pembeli.
3. Ijab dan qabul
Ijab dan qabul merupakan kesepakatan
penyerahan dan penerimaan barang yang diperjualbelikan.
D.
Syarat Murabahah yaitu :
- Pihak yang berakad, harus ikhlas dan mampu untuk melakukan transaksi jual beli.
- Objek jual beli, barang yang diperjual belikan ada atau ada kesanggupan bagi penjual untuk mengadakan barang tersebut, milik sah penjual, berwujud dan merupakan barang halal.Objek yang diperjualbelikan pun harus terhindar dari cacat namun apabila cacat tersebut diketahui oleh nasabah dan disetujui maka proses jual beli tetap sah.
- Harga, harga jual yang ditawarkan oleh bank merupakan harga beli ditambah dengan margin keuntungan, harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian, sistem dan jangka waktu pembayaran disepakati bersama antara penjual dan pembeli.
- Tidak mengandung unsur paksaan, tipuan dan mudharat.
E.
Skema akad murabahah
Dalam aplikasi murabahah perbankan syariah,
bank merupakan penjual dan nasabah merupakan pembeli atau sebaliknya. Dalam hal
bank menjadi penjual dan nasabah menjadi pembeli, maka bank menyediakan barang
yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari supplier, kemudian
menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga
beli yang dilakukan oleh bank syariah. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara
membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan pembayaran angsuran selama
jangka waktu yang disepakati.
SKEMA MURABAHAH
Keterangan:
- Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana transaksi jual beli yang akan dilaksanakan.
- Atas dasar negoisasi yang dilaksanakan antara bank syariah dan nasabah, maka bank syariah membeli barang dari supplier.
- Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah dimana bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli.
- Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank syariah.
- Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen kepemilikan barang tersebut.
- Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan pembayaran. Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah adalah dengan pembayaran angsuran.
D.
Konsep Murabahah dalam Perbankan Syari’ah
1. Pengertian dan Makna
Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank Islam. Dalam Islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang diridhai oleh Allah Swt.
Jual beli Murabahah yang dilakukan lembaga keuangan syariah dikenal dengan nama-nama sebagai berikut:
1) al-Murabahah lil Aamir bi Asy-Syira’.
2) al-Murabahah lil Wa’id bi Asy-Syira’.
3) Bai’ al-Muwa’adah.
4) al-Murabahah al-Mashrafiyah.
5) al-Muwaa’adah ‘Ala al-Murabahah.
Sedangkan di negara Indonesia dikenal dengan jual beli Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP).
2.Manfaat dan resiko Murabahah kepada Perbankan Syariah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi Murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi.
Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem Murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
Secara umum, aplikasi perbankan dari Murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut ini :
1. Ada tiga pihak yang terkait yaitu:
a. Pemohon atau pemesan barang dan ia adalah pembeli barang dari lembaga keuangan.
b. Penjual barang kepada lembaga keuangan.
c. Lembaga keuangan yang memberi barang sekaligus penjual barang kepada pemohon atau pemesan barang.
2. Ada dua akad transaksi yaitu:
a. Akad dari penjual barang kepada lembaga keuangan.
b. Akad dari lembaga keuangan kepada pihak yang minta dibelikan (pemohon).
3. Ada tiga janji yaitu:
a. Janji dari lembaga keuangan untuk membeli barang.
b. Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk membali barang untuk pemohon.
c. Janji mengikat dari pemohon (nasabah) untuk membeli barang tersebut dari lembaga keuangan.
1. Pengertian dan Makna
Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank Islam. Dalam Islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang diridhai oleh Allah Swt.
Jual beli Murabahah yang dilakukan lembaga keuangan syariah dikenal dengan nama-nama sebagai berikut:
1) al-Murabahah lil Aamir bi Asy-Syira’.
2) al-Murabahah lil Wa’id bi Asy-Syira’.
3) Bai’ al-Muwa’adah.
4) al-Murabahah al-Mashrafiyah.
5) al-Muwaa’adah ‘Ala al-Murabahah.
Sedangkan di negara Indonesia dikenal dengan jual beli Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP).
2.Manfaat dan resiko Murabahah kepada Perbankan Syariah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi Murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi.
Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem Murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
Secara umum, aplikasi perbankan dari Murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut ini :
1. Ada tiga pihak yang terkait yaitu:
a. Pemohon atau pemesan barang dan ia adalah pembeli barang dari lembaga keuangan.
b. Penjual barang kepada lembaga keuangan.
c. Lembaga keuangan yang memberi barang sekaligus penjual barang kepada pemohon atau pemesan barang.
2. Ada dua akad transaksi yaitu:
a. Akad dari penjual barang kepada lembaga keuangan.
b. Akad dari lembaga keuangan kepada pihak yang minta dibelikan (pemohon).
3. Ada tiga janji yaitu:
a. Janji dari lembaga keuangan untuk membeli barang.
b. Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk membali barang untuk pemohon.
c. Janji mengikat dari pemohon (nasabah) untuk membeli barang tersebut dari lembaga keuangan.
E. ANALISIS
APLIKASI AKAD MURABAHAH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Dalam praktik di LKS kontemporer, termasuk di
dalamnya perbankan syariah, bentuk murabahah dalam fiqih klasik mengalami
beberapa modifikasi dan perubahan. Modifikasi inilah yang menimbulkan kritik di
kalangan masyarakat. Berikut ini penulis menganalisis akad murabahah dari
berbagai sudut pandang.
1.
Analisis
Definisi Murabahah
Murabahah memiliki definisi yang berbeda-beda
yang menimbulkan kesalahan dalam mengartikan akad ini dan menimbulkan kesalahan
pada aplikasinya.
Pengertian Menurut:
|
Definisi
|
Kedudukan LKS
|
Fatwa DSN-MUI No. 04/DSNMUI/IV/2000 tentang Murabahah
|
Menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli
dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba
|
LKS sebagai penjual
|
PSAK 102
|
Menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan
barang tersebut pada pembeli
|
LKS sebagai penjua
|
Surat Edaran Otoritas jasa Keuangan (SEOJK) No. 36/SEOJK.03/2015
|
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk
transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan nasabah yang mewajibkan
nasabah untuk melunasi hutang/kewajibannya
|
LKS sebagai penyedia dana
|
Pasal 1 Ayat 25 UU
|
Pembiayaan adalah
|
Bank sebagai penyedia
|
No. 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah
|
penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa: 1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk
mudharabah dan musyarakah 2. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik. 3. Transaksi jual beli
dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna‟ 4. Transaksi pinjam
meminjam dalam bentuk piutang qardh 5. Transaksi sewamenyewa jasa dalam
bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.
|
dana
|
Dari beberapa definisi di atas diketahui
bahwa definisi murabahah menurut Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
murabahah dan PSAK 102 kedudukan LKS adalah sebagai penjual28 sedangkan menurut
definisi SEOJK No. 36/SEOJK.03/2015 dan UU No. 21 tahun 2008 kedudukan LKS
adalah sebagai penyedia dana29 bagi nasabah.
Jika
kembali pada definisi murabahah menurut ulama klasik seperti definisi murabahah
menurut Wahbah Zuhaili, yaitu murabahah adalah jual beli dengan harga pokok
dengan tambahan keuntungan30 maka kedudukan LKS sebenarnya adalah sebagai
penjual dan bukan hanya penyedia dana. Namun kenyataannya aplikasi murabahah di
perbankan syariah menjadikan LKS sebagai penyedia dana dan bukan sebagai penjual.
2.
Analisis
ketentuan dalam Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000
Ketentuan kedua dalam fatwa ini menjelaskan
tentang ketentuan murabahah kepada nasabah. Beberapa ketentuan tersebut adalah
sebagai berikut: a. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu
barang atau aset kepada bank. b. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia
harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena
secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat
kontrak jual beli.
Dari beberapa ketentuan di atas muncul klausula yang menguntungkan bank
namun merugikan nasabah. Klausula tersebut terdapat pada ketentuan dimana
nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset dimana
ketika LKS menawarkan aset tersebut kepada nasabah, maka nasabah harus menerima
(membeli)-nya sesuai dengan janji. Para ulama syariah terdahulu bersepakat
bahwa pemesan atau pembeli dalam hal ini adalah nasabah tidak boleh diikat
untuk memenuhi kewajiban membeli barang yang telah dipesan. Dalam hal ini nasabah
tidak memiliki hak khiyar untuk meneruskan pembelian atau membatalkan
pembelian.
3.
Analisis
aplikasi akad murabahah Akad murabahah yang ada pada perbankan syariah
diaplikasikan dengan beberapa skema diantaranya:
Keterangan:
a.
Bank
syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana transaksi jual beli
yang akan dilaksanakan.
b.
Bank
syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah dimana bank syariah sebagai
penjual dan nasabah sebagai pembeli. Dalam akad ini ditetapkan barang yang
menjadi objek jual beli yang telah dipilih oleh nasabah dan harga jual barang.
c.
Atas
dasar akad yang dilaksanakan antara bank syariah dan nasabah, maka bank syariah
membeli barang dari supplier.
d.
Supplier mengirimkan barang kepada nasabah
atas perintah bank syariah.
e.
Nasabah
menerima barang dari supplier dan menerima dokumen kepemilikan barang tersebut.
f.
Setelah
menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan pembayaran. Pembayaran yang
lazim dilakukan oleh nasabah adalah dengan pembayaran angsuran.
F.
Pencatatan Akuntansi Murabahah
·
Uang Muka Murabahah
Uang Muka murabahah adalah
jumlah yang dibayar oleh pembeli (nasabah) kepada penjual (bank syariah)
sebagai bukti komitmen untuk membeli barang dari penjual. Pengakuan dan
pengukuran uang muka murabahah adalah sebagai berikut :
1.
Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian
sebesar jumlah yang diterima
2.
Jika barang jadi dibeli oleh nasabah, maka
uang muka diakui sebagai pembayaran bagian dari pokok piutang murabahah
3.
Jika barang batal dibeli
oleh nasabah, maka uang muka dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan
dengan biaya-biaya riil yang dikeluarkan oleh bank
Contoh Kasus:
Tanggal 3 Agustus 2015 Bank Berkah Syariah
(BBS) menerima pembayaran uang muka sebesar Rp 20.000.000 dari tuan Ahmad
sebagai tanda keseriusannya untuk memesan barang kepada BBS berupa mobil
Avanza. Atas transaksi tersebut BBS melakukan pencatatan sebagai berikut:
3 Agust 2015
|
Dr
|
Kas / Rek a.n Ahmad
|
Rp 20.000.000
|
Cr
|
Hutang Uang Muka Murabahah
|
Rp 20.000.000
|
Tanggal 10 Agustus 2015 BBS menyerahkan barang pesanan kepada
tuan Ahmad. Atas kesepakatan transaksi murabahah tersebut maka jurnal uang muka
sebagai berikut :
10 Agust 2015
|
Dr
|
Hutang Uang Muka Murabahah
|
Rp 20.000.000
|
Cr
|
Piutang Murabahah
|
Rp 20.000.000
|
Jika
tanggal 10 Agustus 2015 tuan Ahmad membatalkan pembelian barang kepada BBS dan
atas pemesananan barang Bank Syariah telah mengeluarkan biaya sebesar Rp
5.000.000. Maka jurnal transaksinya adalah:
10 Agust 2015
|
Dr
|
Hutang Uang Muka Murabaha
|
Rp 20.000.000
|
|
Cr
|
Biaya Pemesanan Murabahah – Pendapatan lainnya
|
Rp 5.000.000
|
||
Cr
|
Kas / Rek a.n Ahmad
|
Rp 15.000.000
|
||
·
Pengadaan Barang Murabahah
Setelah nasabah memesan barang kepada Bank Syariah,
maka Bank Syariah membeli barang kepada pemasok atau suplier. Pada saat barang
diperoleh diakui sebagai persediaan murabahah sebesar biaya perolehan. Jika
terjadi penurunan nilai persediaan murabahah karena usang, rusak atau kondisi
lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai
beban dan mengurangi nilai aset.
Contoh Kasus:
Tanggal 4 Agustus 2015 atas pemesanan tuan
Ahmad, Bank Berkah Syariah membeli mobil Avanza secara tunai ke dealer PT. Maju Terus dengan harga Rp
180.000.000. Jurnal transaksi tersebut adalah:
4 Agust 2015
|
Dr
|
Beban Kerugian Penurunan Nilai Aset Murabahah
|
Rp 2.000.000
|
Cr
|
Persediaan Murabahah
|
Rp 2.000.000
|
·
Diskon Murabahah
Diskon murabahah adalah pengurangan harga
atau penerimaan dalam bentuk apapun yang diperoleh pihak pembeli dari
pemasok.
Dalam pembelian barang oleh bank syariah
biasanya akan mendapat diskon harga dari pihak pemasok atau suplier. Diskon
tersebut oleh bank syariah diakui sebagai (PSAK 102 par 20) :
1. Pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi
sebelum akad murabahah;
2. Liabilitas kepada nasabah, jika terjadi setelah akad
murabahah dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak nasabah.
3. Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad
murabahah dan sesuai akad yang disepakati menajdi hak bank
4. Pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad
murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad.
Contoh Kasus
Tanggal 10 Agustus 2015, atas pembelian mobil
Avanza oleh BBS, dealer PT
maju terus memberikan diskon harga sebesar Rp 7.500.000 dan diberikan secara
tunai. Jurnal atas transaksi tersebut:
- Terjadi sebelum akad murabahah
10 Agust 2015
|
Db
|
Kas
|
Rp 7.500.000
|
Cr
|
Persediaan Murabahah
|
Rp 7.500.000
|
- Terjadi
setelah akad murabahah dan disepakati menjadi hak nasabah
10 Agust 2015
|
Db
|
Kas
|
Rp 7.500.000
|
Cr
|
Hutang Diskon Murabahah
|
Rp 7.500.000
|
- Terjadi
setelah akad murabahah dan disepakati menjadi hak bank
10 Agust 2015
|
Db
|
Kas
|
Rp 7.500.000
|
Cr
|
Pendapatan Murabahah
|
Rp 7.500.000
|
·
Terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan
10 Agust 2015
|
Db
|
Kas
|
Rp 7.500.000
|
Cr
|
Pendapatan Operasional
Lainnya
|
Rp 7.500.000
|
·
Akad Murabahah /
Penyerahan Barang
Setelah barang yang dipesan oleh nasabah
telah disiapkan oleh bank syariah, maka proses berikutnya adalah akad /
perjanjian murabahah antara bank syariah dengan nasabah bersangkutan yang
sekaligus juga penyerahan barang oleh bank syariah kepada nasabah. Dalam akad
murabahah disepakati beberapa ketentuan yang terkait :
1. Harga jual aset murabahah
2. Harga beli aset murabahah
3. Margin/keuntungan murabahah yang disepakati
4. Jangka waktu angsuran oleh nasabah
5. Dan ketentuan lainnya
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah
diakui sebesar harga jual aset murabahah yaitu harga perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati.
Keuntungan murabahah yang disepakati dapat
diakui dengan cara berikut ini :
1. Diakui pada saat penyerahan barang. Cara ini diterapkan
jika resiko penagihan piutang murabahah relatif kecil.
2. Diakui secara proporsional sesuai dengan kas yang
diterima dari tagihan piutang murabahah. Cara ini diterapkan jika resiko
penagihan piutang murabahah relatif besar.
3. Diakui pada saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih.
Cara ini dilakukan jika resiko penagihan piutang murabahah cukup besar.
Dari tiga cara
pengakuan keuntungan murabahah diatas, cara pada poin b yang paling sering
digunakan yaitu secara proporsional sesuai dengan kas yang dibayarkan oleh
nasabah.
Contoh Kasus
Tanggal 13 Agustus 2015 disepakati akad
murabahah antara Bank Berkah Syariah dengan tuan Ahmad untuk pembelian mobil
Avanza, dengan rincian sebagai berikut:
Harga Jual
|
Rp 240.000.000
|
Harga Perolehan
|
Rp 180.000.000
|
Margin / Keuntungan
|
Rp 60.000.000
|
Jangka Waktu
|
1 tahun (12 bulan)
|
Metode Pembayaran
|
Angsuran
|
Biaya Administrasi
|
Rp
1.800.000
|
Jurnal transaksi :
13 Agust 2015
|
Db
|
Piutang Murabahah
|
Rp 240.000.000
|
Cr
|
Margin Murabahah Yang Ditangguhkan (MYDT)
|
Rp 60.000.000
|
|
Cr
|
Persediaan Murabahah
|
Rp 180.000.000
|
|
13 Agust 2015
|
Db
|
Kas / rek a.n Tuan Ahmad
|
Rp 1.800.000
|
Cr
|
Pendapatan Administrasi Pembiayaan
|
Rp 1.800.000
|
Daftar Pustaka
Verry nice👍👍
BalasHapus